PRESS RELEASE: AKAN DATANG

 


Esai: Rudi Agus Hartanto

Apa yang terlintas ketika seseorang mendengar frasa "akan datang"? Mungkin saja, ia teringat masa kecilnya perihal orang tua yang akan menuruti keinginannya namun tak pernah terjadi. Mungkin pula, perihal mimpi yang batal terwujud satu per satu karena keadaan, namun ia masih bertahan dengan menitipkan pada tujuan baru lainnya.

Frasa "akan datang" adalah sisi lain dari pengertian harapan, di mana ketidakpastian ialah sesuatu yang melekat bersamanya, dengan titik pijak yang membuatnya kuat: keyakinan. Artinya, maksud terjelas yang tampak bahwa sesuatu yang didasari keyakinan adalah menciptakan segala kemungkinan. Pengertian yang berangkat karena seseorang sedang hampa, sendiri, dan kesepian.

Pathetic Waltz jeli menggambarkan hal itu lewat single berjudul Akan Datang (2025). Single yang mengikat kelindan realitas dan imajinasi yang terangkum lewat diksi bahasa Indonesia: sublim. Bagaimana mungkin situasi semacam itu dapat terjadi? Menutup mata atas zaman merupakan tindakan bebal, sementara bila terbawa arus zaman yang ada hanyalah kenestapaan. Dan, modal paripurna yang dimiliki seseorang sebagaimana irisan di awal belaka adalah kemungkinan.

Ke mana diri akan menuju? Hendak menjadi manusia seperti apa di masa mendatang? Seperti apa diri akan berperan? Begitulah, pertanyaan yang rutin mendatangi setiap orang. Seolah-olah hidup hanya tentang pilihan, dan tak ada pertanyaan datang bagaimana bila hidup tak ada pilihan. Seseorang terkadang lepas dari keterikatan atas pilihan bukan karena tak mampu memilih, ia berjalan saja, melakoninya, dan orang yang rutin mengajukan pilihan akan menganggap bahwa seorang itu tak punya arah.

Akan Datang meraba. Pathetic Waltz mengarsipkan pengertian orang-orang yang memendam makna atas nama bebas. Anasir itulah yang menguatkan single terkait bahwa manusia memiliki keunikan saat menjalani peran hidupnya. Peran yang barangkali tak pernah menjadi daftar pilihan hidupnya. Sempat, di media sosial ramai takarir “biarkan waktu yang menjawab”, di situlah gambaran unik manusia: ia berkeinginan sekaligus pasrah.

Realitas di hadapan selalu membuat seseorang berpikir lebih mengenai pembelajaran yang didapat. Ia akan sadar pada saat-saat tertentu, sekaligus terlena sebab suatu hal. Karenanya, bebas nilai adalah kata kunci untuk menarik maksud dari “akan datang”. Yang mestinya penuh terbebaskan dari beragam nilai. Ia (baca: akan datang) justru datang sebagai penanda bahwa kita, manusia, masih berpikir akan hal-hal yang abstrak. Bahwa titik pangkal hanyalah maksud lain dari kematian.

“Tapi aku akan datang, bersama sinar rembulan. Meski setan neraka menghalangi jalanku,”[1] jelas Pathetic Waltz.

“Aku akan datang, semata karena ingin datang. Membuka jalan,” sahut orang yang sedang mengikatkan diri pada ragam falsafah hidup.

Seperti pembuka Akan Datang, waktu yang sering digunakan untuk meraba sesuatu adalah malam hari. Saat seseorang mampu mendengar embusan angin, ringkik jangkrik, atau gemerisik pepohonan. Waktu di mana ia membuka dialog dengan diri sendiri, yang sudah terlanjur penuh sebab rutinitas: Bagaimana?

“Aku tersesat meraba di dalam gelap. Terkutuk liarnya nafsu yang gemerlap,”[2] terang Pathetic Waltz lewat Akan Datang.

“Kesabaran adalah bumi....”[3] Ingat mantan pembaca puisi atas Rendra seiring mendengar Kantata Takwa kala melagukannya.

Jika sebuah lagu pengertiannya adalah cerita, maka menafsir cerita adalah keniscayaan. Akan Datang, memosisikan bahasa pada ruang bebas nilai. Ia semestinya bukan sekadar dinikmati atau didengar semata. Mengingat pesan rutin yang disampaikan bapak dan ibu guru di kelas, tugas manusia sepanjang hayat adalah belajar. Itu, tak terkecuali oleh apa pun.

Pathetic Waltz mengajak setiap pendengar ke dalam kehampaan. Ia (baca: pendengar) bersama dirinya sendiri, untuk memelajari kembali apa yang sudah terlewat namun belum sempat menjadi pelajaran. Memang, hal ini bukan perkara mudah. Namun, ia mampu melakukannya, berikut melampauinya.

Dengan sengaja menarik amatan atas laju zaman yang begitu cepat, mungkin saja tangkapan yang didapat tak ada yang tunggal. Keberagaman inilah yang justru memberi kelegaan bila hidup sudah terlanjur terasa jumud dan membosankan. Hanya dengan mengupayakan setiap kemungkinan, kita akan mendapati sesuatu yang tak terkira—bukan sekadar material saja.

Terus melangkah, bercerita, serta mengait-tautkan diri dengan memahami situasi sepertinya bukan jangka yang membatalkan atau merusak rencana. Akan Datang garapan Pathetic Waltz bisa jadi berterima bila didudukkan pada jalinan tersebut. Dengan pengalaman wacana yang rapat, Akan Datang serupa serapan bacaan atas teks serta kenyataan yang kompleks.

Sebagai lagu, tawaran wacana Akan Datang seyogianya adalah laku yang sering digambarkan pada sosok yang terjaga di teras rumah ketika malam larut. Ia memikirkan segala hal yang terlanjur terinternalisasi berkat rutinitas hariannya yang penuh. Hingga di titik tertentu, hal yang ingin dilakukannya terbatas pada dua hal: berteriak atau menitiskan air mata.

Barangkali Akan Datang hadir sebagai catatan yang menjelaskan bagaimana rencana bekerja, namun tak terbatas pada keberhasilan saja. Pathetic Waltz manggarapnya seraya memberi kebebasan kepada pendengar dalam memberi tafsir. Itulah yang membuat single ini benar-benar menarasikan arti kemungkinan dengan kedalaman yang palung.

Jika ada alasan tak mendengar Pathetic Waltz hanya karena belum tahu seluk-beluk mengenai kugiran asal Karanganyar itu, maka mereka akan mendatangi pendengar dengan cara yang paling tak terasa. Dengan begitu, Akan Datang, atau Pathetic Waltz, hadir serupa folklor: hanya bisa dipertanyakan atau terus dilanjutkan menjadi cerita, di mana-mana.

Terakhir, Akan Datang rilis 30 September. Bersamaan dengan ingatan terhadap peristiwa besar yang tak pernah selesai. Sementara itu, kesadaran fundamen memaknai “akan datang” adalah sama. Tak pernah selesai. Maksud “akan datang”, selamanya masih akan datang. Tak pernah selesai.


Sekilas tentang “Akan Datang”

Tahun 2025, ya tepatnya dipenghujung bulan September. Hampir satu tahun berlalu sejak band brengsek pinggiran kota Pathetic Waltz merayakan comebacknya pada akhir tahun lalu. Di tahun pertama setelah kembali aktif, bisa dibilang tahun ini merupakan tahun untuk memulai segala sesuatunya dari awal. Dimulai pada bulan Mei mereka merilis single berjudul “Laut (Pulang)” dan disusul pada bulan Juli mereka kembali merilis single berjudul “Pelita”. Selanjutnya pada bulan September mereka akan kembali merilis single yang berjudul “Akan Datang”.

Sama halnya dengan Single “Laut (pulang)”, “Akan Datang” merupakan materi lama yang sudah ditulis pada tahun 2016 sebelum mereka memutuskan hiatus pada tahun 2017. Sebelumnya penggarapan single tersebut sudah melalui beberapa tahap kala itu, namun baru pada tahun 2025 single tersebut dapat direkam dan diselesaikan. Mengingat sudah berselang beberapa tahun, yang menjadi pertanyaan apakah materi lama tersebut masih relevan untuk didengarkan pada saat ini ?? Patut dinantikan!

“Akan Datang” merupakan sebuah refleksi keyakinan dari prasangka indah yang terus tumbuh. 

Menurut Getta (gitaris) “Akan Datang” ditulis berdasakan keyakinanya tentang suatu hal yang menurutnya sangat personal. Tentang janji yang pada akhirnya akan ditepati, janji yang sebelumnya sering kali diciderai, sering kali diingkari. Bila kita simak, keyakinan dan janji tersebut jelas tercantum pada lirik Tapi aku akan datang bersama sinar rembulan meski setan neraka menghalangi jalanku” . Ya sebuah optimisme sebuah janji, akan datang untuk ditepati. Seperti kata pepatah inggris bagian utara time will tellpada akhirnya hahaha

Disisi lain, Getta menambahkan jika hidup itu mengerucut. Setelah kita tersesat dan terhempas pada sisi sisi gemerlap duniawi pada akhirnya kita berjanji akan datang pada suatu jalan terang. Meskipun pada prosesnya kita akan mengalami banyak godaan.

Berbeda dengan single sebelumnya “Pelita” yang digarap sederhana hanya dengan balutan akustik gitar, kali ini “Akan Datang” digarap dengan instrument musik yang kaya. Bagimana tidak, dalam penggarapan kali ini Pathetic Waltz memasukan beberapa instrument seperti synth, terompet dan trombone. Jelas tujuannya untuk memperkaya suara agar terkesan megah dan menjadi pembeda dengan karya-karya sebelumnya yang cenderung minimalis.

Untuk proses pengerjaan, “Akan Datang” dikerjakan di dua tempat. Untuk rekam drum dilakukan oleh Radius Boni di Studio Winsome pada Februari 2025, selanjutnya Bass oleh Tri Prabowo di Zeke studio pada bulan yang sama. Sempat terhenti beberapa bulan, proses berlanjut rekam gitar oleh Getta, vokal oleh Alta Karka, dan instrument lain Juli 2025 di Zeke studio. Masih melibatkan beberapa teman, kali ini untuk synth mereka dibantu oleh Demasaren dari Mountain Reggae, sedangkan untuk backing vokal dibantu oleh Bu Keci dari Malinoa & The DogPack. Untuk urusan instrument lain, mixing dan mastering mereka serahkan pada Zeke Gitara di Zeke studio.

Ya, single “Akan Datang” sudah bisa didengarkan via seluruh layanan streaming musik pada 30 September 2025. 

*Esai ini ditulis sebagai alternatif siaran pers single Akan Datang garapan Pathetic Waltz tanggal 30 September 2025.

 Download semua Press Kit lengkap disini: Google Drive "Akan Datang"




[1] Nukilan lirik Akan Datang (2025) karya Pathetic Waltz.
[2] Nukilan lirik Akan Datang (2025) karya Pathetic Waltz.
[3] Sebaris larik puisi Paman Doblang (1984) gubahan WS Rendra.

0 Komentar

TELAH DATANG!!

Selamat menikmati buah karya terbaru dari band brengsek pinggiran kota ini.
Dengarkan single “AKAN DATANG” di seluruh platform streaming musik digital!